Manusia 4 kuadran yaitu
manusia yang memiliki 4 hal sebagai berikut. E- Employee: Orang yang
mendapatkan gaji karena bekerja. Contohnya sebagai karyawan. S- Self Employed:
Orang yang kalau tidak melaksanakan aktivitas dia tidak mendapatkan uang.
Contohnya, jadi dokter, tukang las, jualan bakso, atau bisa saya simpulkan,
wiraswasta. B- Businessman: Orang yang punya uang digunakan untuk modal usaha
dan dia ikut terjun dalam usaha tersebut. I- Investor: Orang yang punya modal
lantas menanam modalnya dan dia tidak ikut terjun dalam kegiatan usaha
tersebut. Dia akan mendapatkan bagi hasilnya. Dari ke 4 tersebut Mas Wantik
hampir sudah semua. Keren. Momen di atas saya manfaatkan untuk minta izin ke
Mas Wantik bahwa hari Rabu saya akan ke Kota Tegal karena mendapat undangan
dari Pemerintah Tegal dan juga dalam rangka ingin menjadi self employed.
Setelah itu, saya akan menjadi investor. Saat itu juga kami tertawa
terbahak-bahak. Memang momen itu tepat sekali, karena pekerjaan saya di Cirebon
juga sudah selesai. Tanpa pikir panjang, Mas Wantik langsung mengizinkan saya.
Pagi sampai sore saya
menyelesaikan aktivitas kerja kemudian pesan tiket dari Cirebon ke Tegal. Rabu
pagi saya berangkat ke Tegal naik kereta ekonomi Tegal Express. Luar biasa PT
KAI sekarang sudah memberikan pelayanan yang maksimal. Kelas ekonomi sudah
ber-AC. Perjalanan saya tempuh 1,5 jam. Sampai stasiun saya sudah ditunggu oleh
Mas Seno.
Kami menuju ke kantor
Pemkot Tegal untuk bretemu Kepala Dinas JDIH dan jajaran stafnya. Saya mulai
presentasi soal sistem yang saya tawarkan. Presentasi dan diskusi dimulai pukul
11.45 dan selesai 14.30. Saya memohon izin untuk Sholat Dhuhur. Karena saya
masih musafir, saya jamak qasar dengan Asar. Selesai sholat, saya berdoa dan
mengingat kata-kata Mas Wantik saat jalan-jalan pagi tadi. Bahwa kita tidak
boleh menekan Allah. Saat berdoa kita pasrahkan saja sama Allah. Akhirnya, doa
yang keluar dari mulut saya, “Ya Allah, hamba sudah berusaha semaksimal
mungkin. Selanjutnya semua hamba serahkan kepada-Mu, karena Engkau Maha
Mengetahui. Kalau memang proyek ini baik untuk hamba maka mudahkanlah, ya
Allah. Amin.”
Setelah itu, saya
beranjak ke kantor JDIH untuk membahas anggaran, “Mas Sigit, kira-kira biayanya
berapa dan butuh waktu berapa lama untuk pengerjaannya? Karena kita sudah
didesak oleh waktu.” Karena sudah akrab saya langsung menjawab, “Saya kasih
harga Rp30 juta, Pak. Itu sudah komplit sama pelatihan. Soal pengerjaan enggak lama,
Pak. Insya Allah kalau kita deal, akhir September sudah selesai semua.” Mereka
kemudian rapat internal membahas itu semua. Mereka ingin memutuskan saat itu
juga karena mumpung ketemu dengan saya. Sambil mereka berdiskusi saya membaca
Surat Al-Fatihah berkali-kali. Tidak tahu puluhan atau ratusan kali saya
membacanya. Pokoknya saya baca. Sampai pada akhirnya beliau datang dan menawar
di harga Rp25 juta. Karena, anggaran mereka Rp30 juta, sementara Rp5 juta untuk
biaya berkas dan lain-lain, seperti Pajak PPN dan PPH serta biaya perjalanan. Akhirnya
deal di harga Rp25 juta atau Rp30 juta include semua kegiatan, termasuk
pajak dan lain sebagainya. Saat itu juga saya ucapkan, “Alhamdulillah, ya
Allah. Engkau kabulkan doa hamba.”
Dengan peristiwa itu saya
menjadi berpikir, berarti beras 3 karung itu tidak dibalas Allah saat saya
mendapatkan pinjaman uang. Karena, saat saya mendapatkan pinjaman uang beras
itu belum saya bayar. Karena, saya bayarnya kan masih besok, saat gajian.
Sedangkan pada saat itu, belum gajian. Terus uang itu sebagai apa? Akhirnya
saya simpulkan itu pertolongan Allah lewat sahabat saya. Saya lantas berpikir,
balasan 3 karung beras itu apa? Saya simpulkan dan saya yakin, balasan dari 3
karung beras itu adalah proyek Pemkot Tegal senilai Rp30 juta. Karena, proyek
itu terjadi setelah saya bayar lunas beras itu. Jadi, 3 karung berasku bernilai
Rp30 juta.
Alhamdulillah, ya Allah. Hitungan
matematika-Mu memang tidak ada yang bisa menebak. Kalau dihitung, seharusnya
saya mendapatkan 10 x lipat saja. Lha ini ternyata dibalas 100 x lipatnya. Allahu
Akbar, Allah Maha besar.
Wachyu Hidayah Anak muda
yang sangat dekat dengan orangtua dan sangat ingin membahagiakannya. Tokoh
multitalenta yang pandai memasak dan memainkan keyboard ini merasa rugi kalau
tidak bisa shalat berjamaah. Ia percaya, doa orangtua termasuk faktor besar
penentu kesuksesan seseorang.
Cerita
ini bermula dari seringnya saya, ibu, dan bapak,
menonton ceramahnya Ustad Yusuf Mansur tiap pukul 05.00 pagi yang ditayangkan
sebuah televisi swasta. Selain menambah ilmu agama bagi saya dan keluarga,
pembahasan materi pada setiap episodenya sangat mudah dimengerti. Materi beliau
juga banyak men-share pengalaman pribadi. Menjadi lebih menarik, karena yang
di-share adalah kisah nyata yang pernah terjadi sebelumnya.
Salah satu
episode yang saya ikuti adalah kisah dahsyatnya Sholawat Nabi. Pada episode
tersebut, banyak cerita tentang orang-orang yang sukses meraih impian dan cita
citanya dengan mendawamkan Sholawat Nabi. Salah satu kisah yang mengetuk hati
saya adalah kisahnya Mas Mono, pemilik Ayam Bakar Mas Mono, yang franchise-nya
sudah tersebar di banyak tempat, seperti jamur yang tumbuh di musim penghujan. Semula,
Mas Mono adalah seorang pegawai yang terkena PHK, karena perusahaan tempat dia
bekerja bangkrut. Dia yang haqqul yaqin atas kebesaran Allah mendawamkan
Sholawat Nabi dibarengi dengan Sholat Dhuha. Hingga akhirnya dia mendapat
penghargaan Young Entreprenuer of Year dengan ayam bakarnya.
Ada lagi kisah beberapa orang
yang ingin bisa pergi umroh dan haji. Dengan bermodal membeli lukisan Masjidil
Haram dan memajang - nya di ruang tamu, lantas apa yang dilakukannya? Setiap
hari mereka memandang lukisan tersebut sembari bersholawat dan memanjatkan doa
agar diberi kemudahan untuk bisa berkunjung ke sana. Subhanallah, doa mereka
dikabulkan, sehingga bisa pergi ke Tanah Suci.
Hal ini menggelitik saya
dan keluarga adalah pertanyaan, masa sih bisa begitu? Di lain pihak, banyak
juga yang beranggapan bahwa bersholawat sama halnya dengan mengagungkan Nabi,
dan itu tidak diperbolehkan jika dilakukan secara berlebihan. Tapi bagi kami
sekeluarga, itu tidak menjadi masalah, karena toh yang dilakukan itu benar.
Bukan datang ke dukun, lantas meminta jampi-jampi.
Biasanya, setelah
melihat tayangan Ustad Yusuf Mansur, ibu berlanjut dengan jalan pagi sembari
mencari nasi kuning atau gorengan di sekitar rumah. Mencari sehat sekaligus
jalan pagi ini saya manfaatkan untuk selalu berkomunikasi dengan ibu saya. Rute
yang kami lewati biasanya di sekitar rumah dengan pemandangan bukit dan gunung
yang masih asri, lalu masuk ke kompleks perumahan yang juga asri. Biasanya,
jika masuk ke kompleks perumahan tersebut, kami hanya mencari nasi kuning, dan
setelah dapat, langsung balik ke rumah. Suatu hari, penjual nasi kuning
langganan kami tidak berjualan. Kami lantas ditunjukkan oleh seseorang bahwa
ada penjual nasi kuning yang berjualan di blok kompleks lain. Dalam perjalanan
menuju blok lain, kami melihat sebuah rumah indah dengan papan tulisan
‘Dijual’. Kami sempat berkeliling sejenak untuk sekadar melihat keindahan rumah
tersebut. Tiba tiba ibu saya menyeletuk, “Eh, Mas Bayu (nama panggilan saya di
rumah), bagaimana kalau kita praktikkan ilmu yang diajarkan oleh Ustad Yusuf
Mansur tentang dahsyatnya sholawat?” Saya jawab, “Ya, Mah. Setuju. Ayo kita
buktikan.” Kebetulan, saat itu sepi. Jadi, saya dan ibu mendekati rumah
tersebut. Tak cukup memandang, kami pun memegang pintu gerbangnya dan mulailah
kami berdua bersholawat. Diawali dengan istigfar, lalu mengucapkan hamdalah,
berlanjut dengan bersholawat, lalu berdoa. Doanya simpel, “Ya Allah, kami
pengin punya rumah ini. Jika Engkau berkehendak, jadikanlah, Ya Allah. Amin.”